Koeksistensi Pasar Modern dan Pasar Tradisional
Menjadikan pertumbuhan pasar modern, mulai dari minimarket sampai hypermarket di beberapa kota di Indonesia sebagai kambing hitam penyebab semakin tergusurnya pasar tradisional, bukan hanya kontraproduktif, tetapi juga tidak tepat sasaran.
Justru sebaliknya, hal ini seharusnya bisa dijadikan sebagai bukti kegagalan pemerintah daerah sebagai pengelola pasar tradisional karena masih mengelola pasar tradisional secara tidak profesional, akuntabel dan kreatif. Sehingga tidak mampu mengantisipasi ekspansi bisnis yang dilakukan oleh grup perusahaan-perusahaan ritel besar dan menimbulkan persepsi keliru banyak pihak yang menganggap keserakahan grup perusahaan-perusahaan ritel besar inilah yang menjadi penyebab utama semakin terpuruknya nasib pedagang-pedagang kecil di pasar tradisional karena banyak pelanggan mereka yang beralih ke pasar modern. Padahal permasalahannya tidaklah sesederhana itu.
Asumsi sebagian masyarakat, terutama mahasiswa dan pengamat ekonomi bahwa keberadaan pasar modern hanya dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat dari golongan menengah ke atas harus dibuktikan secara empiris. Karena faktanya, konsumen yang berbelanja di pasar modern bukan hanya masyarakat dari golongan menengah ke atas, tetapi juga dari golongan menengah dan menengah ke bawah. Buruh pabrik misalnya, pendapatan sebagian buruh pabrik yang mengalami peningkatan di atas angka inflasi tiap tahun berdampak pada pergeseran perilaku konsumsi mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-sehari dengan cepat, mudah dan nyaman yang tentunya hanya bisa mereka nikmati dengan berbelanja di pasar modern. Sementara pasar tradisional umumnya becek, kotor dan semrawut. Terbukti dari semakin banyaknya pasar modern yang berlokasi di sekitar kawasan industri di mana para buruh tersebut bekerja.
Berdasarkan fakta tersebut, penulis berpendapat bahwa permasalahannya terletak pada mismanajemen pasar tradisional itu sendiri. Oleh karena itu perda-perda yang mengatur dan membatasi pendirian pasar-pasar modern baru perlu dikaji ulang agar justru tidak menimbulkan permasalahan baru di masa mendatang. Di samping itu, seharusnya pengelola pasar tradisional belajar dari kesuksesan pengelola pasar modern dalam mengembangkan usahanya.
Bagaimanapun koeksistensi pasar tradisional dan pasar modern akan terus berlangsung mengikuti dinamika perekonomian. Selama keberadaannya tidak merugikan kepentingan masyarakat luas, terutama konsumen, baik pasar tradisional maupun pasar modern akan terus dibutuhkan masyarakat karena kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Hal yang seharusnya menjadi prioritas para pembuat kebijakan adalah bagaimana menjaga koeksistensi ini terus berlangsung secara lebih sinergis dan memberikan kontribusi ekonomis lebih luas lagi bagi masyarakat sekitar. Alih-alih memberikan solusi yang berpihak pada rakyat kecil, para pembuat kebijakan, khususnya pemerintah daerah justru menjadi sumber permasalahan utama karena makin sibuk memperkaya dirinya sendiri dengan terus menarik pajak, retribusi dan pungutan-pungutan liar lainnya dari pedagang-pedagang kecil, tanpa ada timbal balik yang nyata dari para birokrat parasit ini.
Sementara sampah-sampah terus menggunung, penggusuran dan kebakaran terus terjadi di pasar-pasar tradisional, para birokrat parasit sedang berbelanja bersama keluarganya di pasar modern yang sejuk dan nyaman.
Bekasi, 31 Januari 2011
(Hartono)
Mahasiswa Jurusan Manajemen 2008
Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar