Minggu, 21 November 2010

KESIMPULAN DAN SARAN &

KESIMPULAN DAN SARAN

Untuk meraih hasil yang optimal dalam upaya pengembangan industri kreatif, maka dibutuhkan adanya kolaborasi antar aktor utama.

1. Intelektual, bisnis dan pemerintah harus berkomitmen untuk melakukan koordinasi yang berkesinambungan dan mengupayakan sinergi untuk mengembangkan industri kreatif. Komitmen ini meliputi keterlibatan finansial dan non finansial. Dalam hal finansial, pembiayaan program pengembangan industri kreatif dapat dilakukan melalui mekanisme APBN oleh pemerintah pusat atau APBD oleh pemerintah daerah, melalui dana CSR (Corporate Social Responsibility) atau dana R&D (Research and Development) oleh bisnis, dan melalui alokasi dana riset kepada akademisi peneliti di perguruan tinggi. Sedangkan secara non finansial dapat dilakukan melalui pelaksanaan administrasi publik yang lebih efektif dan efisien, melalui komitmen para tenaga pendidik di perguruan tinggi untuk lebih menekankan aspek kreatifitas dan inovasi dalam proses belajar-mengajar dan melalui dukungan mentoring oleh para pelaku bisnis senior kepada para pelaku bisnis pemula, terutama yang bergerak di sektor industri kreatif.
2. Membentuk knowledge space bagi industri kreatif dengan menciptakan media pertukaran informasi, pengetahuan, ketrampilan, teknologi, pengalaman, preferensi dan lokasi pasar serta informasi-informasi lainnya. Media informasi ini dimaksudkan untuk mengusahakan agar terciptanya kondisi informasi sempurna dan simetris bagi seluruh pelaku usaha yang sangat penting untuk menciptakan iklim industri yang kondusif menuju perkembangan yang lebih agresif.

Setiap aktor memiliki tantangan serta peran yang berbeda-beda dalam mengembangkan landasan dan pilar dalam model pengembangan industri kreatif. Tantangan masing-masing aktor ini dapat dilihat pada matriks di bawah ini.



Sedangkan penjelasan bentuk peran dari masing-masing aktor dapat dilihat pada masing-masing tabel landasan dan pilar industri kreatif di bawah ini.














DAFTAR PUSTAKA


Howkins, John. The Creative Economy: How People Make Money From Ideas, Penguin Books. 2008.

Kelompok Kerja Indonesia Design Power – Departemen Perdagangan, Rencana Pengembangan 14 Subsektor Industri Kreatif 2009‐2015, Departemen Perdagangan RI, Jakarta, 2008.

Kelompok Kerja Indonesia Design Power – Departemen Perdagangan, Studi Industri Kreatif 2007, Departemen Perdagangan RI, Jakarta, 2008.

Kelompok Kerja Indonesia Design Power – Departemen Perdagangan, Studi Industri Kreatif 2009, Departemen Perdagangan RI, Jakarta, 2009.

Toffler, Alvin. The Third Wave, London: Pan Books. 1981.

ANALISA DAN PEMBAHASAN

ANALISA DAN PEMBAHASAN

POLA INTERAKSI TRIPLE HELIX




Teori mengenai Triple Helix pada awalnya dipopulerkan oleh Etzkowitz dan Leydersdorff sebagai metode pembangunan kebijakan berbasis inovasi. Teori ini menekankan pentingnya penciptaan sinergi tiga kutub yaitu intelektual, bisnis dan pemerintah. Tujuan dari teori ini adalah pembangunan ekonomi berkelanjutan berbasis ilmu pengetahuan. Dari sinergi ini diharapkan terjadi sirkulasi ilmu pengetahuan berujung pada inovasi yang memiliki potensi ekonomi atau kapitalisasi ilmu pengetahuan (knowledge capital).

Triple Helix sebagai aktor utama harus selalu bergerak melakukan sirkulasi untuk membentuk knowledge spaces, ruang pengetahuan di mana ketiga aktor sudah memiliki pemahaman dan pengetahuan yang setara, yang akan mengarahkan ketiga aktor ini untuk membuat consensus space, ruang kesepakatan di mana ketiga aktor ini mulai membuat kesepakatan dan komitmen atas suatu hal yang akhirnya akan mengarahkan kepada terbentuknya innovation spaces, ruang inovasi yang dapat dikemas menjadi produk kreatif bernilai ekonomis. Sirkulasi ini selalu berusaha menciptakan kebaruan (inovasi) dan inovasi sering mengubah struktur yang telah ada, atau Destruksi Kreatif (Joseph Schumpeter, 1934) yang berarti, munculnya inovasi baru di dalam industri akan menggusur industri-industri lama yang tidak kreatif dan tergantikan dengan industri yang lebih kreatif. Ruang interaksi yang terjadi antar aktor utama Triple Helix dapat dianalisa sebagai berikut:

1. Ruang Ilmu Pengetahuan: Di sini individu-individu dari berbagai disiplin ilmu mulai terkonsentrasi dan berpartisipasi dalam pertukaran informasi, ide-ide dan gagasan-gagasan. Wacana-wacana dan konsepsi tumbuh subur dan senantiasa dimantapkan.
2. Ruang Konsensus: Di sini mulai terjadi bentukan-bentukan komitmen yang mengarah pada inisiatif tertentu dan proyek-proyek, pembentukan perusahaan-perusahaan baru. Diperkuat pula oleh sirkulasi informasi yang kredibel dan netral sehingga menumbuhkan rasa kepercayaan individu-individu yang bersangkutan hingga menjadi dukungan-dukungan terhadap konsensus.
3. Ruang Inovasi: Di sini inovasi yang tercipta telah terformalisasi dan bertransformasi menjadi knowledge capital, berupa munculnya realisasi bisnis, realisasi produk baru, partisipasi dari institusi finansial (misalnya, Seed Capital, Angel Capital, Venture Capital) dan dukungan pemerintah berupa insentif, penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran HKI dan sebagainya.


ANALISA PERAN TRIPEL HELIX

1. Intelektual (Intellectuals)
Intelektual disini memiliki peran sebagai sebagai agen yang menyebarkan dan mengimplementasikan ilmu pengetahuan, seni dan teknologi, serta sebagai agen yang membentuk nilai‐nilai yang konstruktif bagi pengembangan industri kreatif dalam masyarakat. Intelektual sebagai bagian dari komunitas cendekiawan di dalam lembaga pendidikan tinggi dan lembaga penelitian, memiliki peranan yang besar dalam mengembangkan ekonomi kreatif.
Kontribusi akademisi tersebut dapat dijabarkan dalam tiga bentuk peranan, seperti juga yang termuat dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu:

(1) Peran pendidikan ditujukan untuk mendorong lahirnya generasi kreatif Indonesia dengan pola pikir yang mendukung tumbuhnya karsa dan karya dalam industri kreatif;
(2) Peran penelitian dilakukan untuk memberi masukan tentang model kebijakan pengembangan industri kreatif dan instrumen yang dibutuhkan, serta menghasilkan teknologi yang mendukung cara kerja dan penggunaan sumber daya yang efisien dan menjadikan industry kreatif nasional yang kompetitif; dan
(3) Peran pengabdian masyarakat dilakukan untuk membentuk masyarakat dengan institusi/tatanan sosial yang mendukung tumbuh suburnya industri kreatif nasional.
Dalam menjalankan perannya secara aktif, cendekiawan dituntut untuk memiliki semangat disipliner dan eksperimental tinggi, menghargai pendapat yang bersebrangan (empati dan etika), mampu memecahkan masalah secara kreatif, menjalankan observasi yang bersifat lintas sektoral, menggunakan teknologi ICT dengan fasih, menjadi anggota forum pengkayaan ilmu pengetahuan dan seni baik secara nasional maupun internasional, formal maupun non‐formal.


2. Bisnis (Business)
Aktor bisnis merupakan pelaku usaha, investor dan pencipta teknologi‐teknologi baru, serta juga merupakan konsumen industri kreatif. Aktor bisnis juga perlu mempertimbangkan dan mendukung keberlangsungan industri kreatif dalam setiap peran yang dilakoninya. Misalnya melalui prioritas penggunaan input antara industri kreatif domestik, seperti jasa‐ jasa industri kreatif dalam riset, iklan dan lain‐lain.
Peran bisnis dalam pengembangan industri kreatif ini adalah:

1. Pencipta, yaitu sebagai center of excellence dari kreator produk dan jasa kreatif, pasar baru yang dapat menyerap produk dan jasa yang dihasilkan, serta pencipta lapangan pekerjaan bagi individu‐individu kreatif ataupun individu pendukung lainnya.
2. Pembentuk Komunitas dan Entrepreneur kreatif, yaitu sebagai motor yang membentuk ruang publik tempat terjadinya sharing pemikiran, mentoring yang dapat mengasah kreativitas dalam melakukan bisnis di industri kreatif, business coaching atau pelatihan manajemen pengelolaan usaha di industri kreatif. Dalam menjalankan perannya, bisnis dituntut untuk menggunakan kemampuan konseptual yang tinggi, mampu menciptakan variasi baru berupa produk dan jasa, mahir berorganisasi, bekerjasama, berdiplomasi (semangat kolaborasi dan orkestrasi), tabah menghadapi kegagalan yang dialami, menguasai konteks teknikal dan kemampuan perencanaan finansial.

3. Pemerintah (Government)
Keterlibatan pemerintah dalam pembangunan industri kreatif sangatlah dibutuhkan terutama melalui pengelolaan otonomi daerah yang baik, penegakan demokrasi, dengan prinsip‐prinsip good governance. Ketiganya bukan merupakan hal yang baru, memang sudah menjadi agenda utama reformasi. Jika berhasil dengan baik, ketiganya merupakan kondisi positif bagi pembangunan industri kreatif. Para ahli percaya, kemajuan pembangunan ekonomi kreatif sangat dipengaruhi oleh lokasi/place (identik dengan otonomi daerah), dan toleransi/pola pikir kreatif (identik dengan demokrasi).
Sementara prinsip‐prinsip good governance; partisipasi, penegakan hukum, transparansi, responsiveness, equity (keadilan), visi strategis, efektivitas dan efisiensi, profesionalisme, akuntabilitas, dan supervisi (arahan), adalah prinsip‐prinsip pengelolaan dimana industri kreatif bisa tumbuh agresif. Pemerintah haruslah memiliki kepekaan dan apresiasi terhadap aspirasi rakyat.
Memahami bahwa di dalam membangun insan Indonesia yang cerdas tidak dapat dijalankan hanya dalam jangka pendek, karena pembangunan kecerdasan berarti ada proses permbelajaran, pemuliaan dan pengkayaan. Mengejar hasil akhir dalam jangka pendek tanpa dilandasi pembangunan pilar yang kuat akan membuat struktur ekonomi yang lemah dan tidak berkelanjutan. Untuk itu aktor pemerintah harus dapat menempatkan birokrasi secara proporsional, transparan dengan semangat mencapai interaksi yang sejajar
Peran utama Pemerintah dalam pengembangan industri kreatif adalah:
1. Katalisator, fasilitator dan advokasi yang memberi rangsangan, tantangan, dorongan, agar ide‐ide bisnis bergerak ke tingkat kompetensi yang lebih tinggi. Tidak selamanya dukungan itu haruslah berupa bantuan finansial, insentif ataupun proteksi, tetapi dapat juga berupa komitmen pemerintah untuk menggunakan kekuatan politiknya dengan proporsional dan dengan memberikan pelayanan administrasi publik dengan baik;
2. Regulator yang menghasilkan kebijakan‐kebijakan yang berkaitan dengan people, industri, insititusi, intermediasi, sumber daya dan teknologi. Pemerintah dapat mempercepat perkembangan industri kreatif jika pemerintah mampu membuat kebijakan‐kebijakan yang menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi industri kreatif.
3. Konsumen, investor bahkan entrepreneur. Pemerintah sebagai investor harus dapat memberdayakan asset negara untuk menjadi produktif dalam lingkup industri kreatif dan bertanggung jawab terhadap investasi infrastruktur industri.
4. Urban planner. Kreativitas akan tumbuh dengan subur di kota kota yang memiliki iklim kreatif. Agar pengembangan ekonomi kreatif ini berjalan dengan baik, maka perlu diciptakan kota‐kota kreatif di Indonesia.
Pemerintah memiliki peran sentral dalam penciptaan kota kreatif (creative city), yang mampu mengakumulasi dan mengkonsentrasikan energi dari individu‐individu kreatif menjadi magnet yang menarik minat individu/perusahaan untuk membuka usaha di Indonesia. Ini bisa terjadi karena inidividu/perusahaan tersebut merasa yakin bisa berinvestasi secara serius (jangka panjang) di kota‐kota itu, karena melihat adanya potensi suplai SDM yang berpengetahuan tinggi yang bersirkulasi aktif di dalam daerah itu.

TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA

MODEL PENGEMBANGAN INDUSTRI KREATIF



Model pengembangan industri kreatif adalah layaknya sebuah bangunan yang akan menguatkan ekonomi Indonesia, dengan landasan, pilar dan atap sebagai elemen‐elemen bangunan tersebut. Dengan model pengembangan industri kreatif ini, maka akan membawa industri kreatif Indonesia dari titik awal (origin point) menuju tercapainya visi dan misi industri kreatif Indonesia 2030 (destination point).


AKTOR UTAMA MODEL PENGEMBANGAN INDUSTRI KREATIF

Bangunan industri kreatif ini dipayungi oleh hubungan antara Intelektual (Intellectuals), Bisnis (Business) dan pemerintah (Government) yang disebut sebagai sistem triple helix yang merupakan aktor utama penggerak lahirnya kreativitas, ide, ilmu pengetahuan dan teknologi yang vital bagi tumbuhnya industri kreatif. Hubungan yang erat, saling menunjang dan bersimbiosis mutualisme antara ke‐3 aktor tersebut dalam kaitannya dengan landasan dan pilar‐pilar model industri kreatif akan menghasilkan industri kreatif yang berdiri kokoh dan berkesinambungan.

1. Intelektual (Intellectuals)

Intelektual adalah orang‐orang yang dalam perhatian utamanya mencari kepuasan dalam mengolah seni, ilmu pengetahuan atas renungan metafisika, dan bukan hendak mencari tujuan‐tujuan praktis, serta para moralis yang dalam sikap pandang dan kegiatannya merupakan perlawanan terhadap realisme massa. Mereka adalah para ilmuwan, filsuf, seniman, ahli metafisika yang menemukan kepuasan dalam penerapan ilmu (bukan dalam penerapan hasil‐hasilnya) .

Akan tetapi, dari definisi di atas, kecendekiawanan itu juga ditentukan dari keinginan menerapkan ilmu, dan menularkannya. Dalam konteks industri kreatif, cendekiawan mencakup budayawan, seniman, punakawan, begawan, para pendidik di lembaga‐lembaga pendidikan, para pelopor di paguyuban, padepokan, sanggar budaya dan seni, individu atau kelompok studi dan peneliti, penulis, dan tokoh‐tokoh lainnya di bidang seni, budaya (nilai, filsafat) dan ilmu pengetahuan yang terkait dengan pengembangan industri kreatif.

Nama‐nama besar di dunia Barat seperti Thomas Aquinas, Roger Bacon, Galileo, Rene Descartes, Pascal, Leibniz, Kepler, Newton, Voltair dan Montesquieu, adalah sebagian yang tergolong sebagai cendekiawan. Di Indonesia terdapat beberapa nama seperti Nurcholish Madjid, Emha A. Najib, Romo Mangun, Harry Roesli, Jakob Soemardjo, Rendra, Iwan Fals, Emil Salim, Sujiwo Tedjo, Ki Manteb, dan lain‐lain. Menilik kembali landasan industri kreatif yaitu sumber daya insani (people), dapat dikenali bahwa salah satu anggota pekerja berstrata inti super kreatif adalah pekerjaan dari para cendekiawan. Cendekiawan memiliki kapasitas yang sangat besar dalam memperkuat basis‐ basis formal dan informal dari inovasi, dan memiliki kemampuan untuk mematangkan konsep‐konsep inovasi dan juga memiliki kapasitas mendiseminasi informasi dengan jejaring di dunia internasional.

2. Bisnis (Business)

Bila ditilik secara ekonomi, bisnis (disebut juga perusahaan) adalah suatu entitas organisasi yang dikenali secara legal, dan sengaja diciptakan untuk menyediakan barang‐barang baik berupa produk dan jasa kepada konsumen. Bisnis pada umumnya dimiliki oleh swasta dan dibentuk untuk menghasilkan profit dan meningkatkan kemakmuran para pemiliknya. Pemilik dan operator bisnis bertujuan memperoleh keuntungan finansial sebagai hasil kerjanya dan tantangan resiko yang ia hadapi. Ketataniagaan bisnis diatur oleh hukum disuatu negara dimana bisnis itu berada. Bentuk‐bentuk bisnis adalah: kepemilikan tunggal, kemitraan, korporasi dan koperasi. Bisnis bisa berbasis manufaktur, jasa, eceran dan distribusi, pertanian, mineral, finansial, informasi, real estat, transportasi, dan utility seperti listrik, pengairan yang biasanya terkait dengan badan‐badan kepemerintahan.

Di dalam organisasinya, bisnis memiliki pengelompokan pekerjaan seperti pemasaran, penjualan, produksi, teknologi informasi, riset dan pengembangan. Manajemen berfungsi menerapkan operasional yang efisien dan efektif terhadap suatu bisnis. Pada saat‐saat tertentu, bisnis juga membutuhkan modal tambahan (capital), yang didapat dari pinjaman bank atau pinjaman informal atau investor baru. Bisnis juga harus dilengkapi dengan proteksi agar menghalangi kompetitor untuk menyaingi bisnis tersebut. Proteksi tersebut bisa dalam bentuk HKI yang terdiri dari paten, hakcipta, merek dagang dan desain.

Setiap bisnis pasti memiliki nama, logo dan teknik‐teknik pencitraan. Karena aspek kompetisi maka bisnis perlu mendaftarkan HKI di setiap daerah atau negara dimana terdapat kompetitor‐kompetitor. Banyak negara telah menandatangani perjanjian internasional tentang HKI, dan setiap perusahaan yang terdaftar di negara‐negara ini harus mentaati hukum negara yang telah terikat dengan perjanjian internasional ini. Bisnis bisa juga dijual dan dibeli. Pemilik bisnis menyebut ini sebagai exit‐plan. Exit‐plan yang lazim dikenali adalah seperti IPO atau merger dan akuisisi.

3. Pemerintah (Government)

Pemerintah didefinisikan sebagai sebuah organisasi yang memiliki otoritas untuk mengelola suatu negara, sebagai sebuah kesatuan politik, atau aparat/alat negara yang memiliki badan yang mampu memfungsikan dan menggunakan otoritas/kekuasaan . Dengan ini, pemerintah memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta undang‐ undang di wilayah tertentu. Pemerintah yang dimaksud dalam studi rencana pengembangan ekonomi kreatif ini adalah pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang terkait dengan pengembangan ekonomi kreatif, baik keterkaitan dalam substansi, maupun keterkaitan administrasi.

Pemerintah pusat meliputi departemen‐departemen dan badan‐badan. Pemerintah daerah meliputi pemerintah daerah tingkat I, pemerintah daerah tingkat II, sampai kepada hirarki terendah pemerintahan daerah. Sinergi antar departemen dan badan di pemerintah pusat, dan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah, sangat diperlukan untuk dapat mencapai visi, misi dan sasaran pengembangan industri kreatif ini. Hal ini disebabkan karena pengembangan ekonomi kreatif bukan hanya pembangunan industri, tetapi juga meliputi pembangunan ideologi, politik, sosial dan budaya. Keterlibatan pemerintah setidaknya dilatarbelakangi oleh beberapa hal, antara lain; Kegagalan pasar (market failure), mobilisasi dan alokasi sumber daya, dampak psikologis dan dampak terhadap sikap/perilaku dan pemerataan pembangunan.










METODE PENELITIAN


Makalah ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan data-data sekunder eksternal yang diperoleh dari hasil Studi Industri kreatif 2009 yang dilakukan oleh Departemen Perdagangan Republik Indonesia. Berdasarkan data-data tersebut penulis kemudian melakukan analisa model skematik mengenai peran intelektual dalam Triple Helix model pengembangan industri kreatif Indonesia secara deskriptif.

PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

EKONOMI GELOMBANG KEEMPAT

Alvin Toffler dalam bukunya The Third Wave, membagi perkembangan sejarah peradaban manusia ke dalam gelombang-gelombang peradaban. Gelombang pertama adalah revolusi agrikultural, transformasi dari peradaban nomaden, berburu dan meramu menuju era pertanian dan hidup menetap. Gelombang kedua adalah revolusi industri, transformasi dari era pertanian menuju era industri. Gelombang ketiga adalah revolusi informasi dan komunikasi, transformasi dari era industri menuju era informasi. Menurut John Howkins, saat ini kita memasuki era yang dia sebut gelombang keempat peradaban, di mana ekonomi kreatif menjadi kunci utama.

Menurut John Howkins dalam The Creative Economy: How People Make Money From Ideas, ekonomi kreatif diartikan sebagai segala kegiatan ekonomi yang menjadikan kreativitas (kekayaan intelektual), budaya dan warisan budaya maupun lingkungan sebagai tumpuan masa depan. Sedangkan, industri kreatif adalah industri yang berbasis kreativitas, keterampilan, dan talenta yang memiliki potensi peningkatan kesejahteraan serta penciptaan lapangan kerja dengan menciptakan dan mengeksploitasi Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Analoginya, ekonomi kreatif adalah rumahya, sedangkan industri kreatif adalah penghuninya.

KONTRIBUSI INDUSTRI KREATIF TERHADAP PEREKONOMIAN NASIONAL

Menurut Studi Industri Kreatif 2009 yang dilakukan oleh Departemen Perdagangan RI melalui Tim Indonesia Design Power, kontribusi industri kreatif terhadap perekonomian nasional terus mengalami peningkatan dan berpotensi menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional di masa depan. Hal ini bisa dilihat dengan jelas dalam tabel.



Demikian pula dalam hal persentase dibandingkan dengan sektor-sektor perekonomian lainnya, industri kreatif terus menunjukan perkembangan positif seperti ditunjukkan dalam grafik di bawah ini.




Akan tetapi, untuk mengakselerasi pertumbuhan industri kreatif agar terus berkontribusi secara positif terhadap perekonomian nasional atau bahkan menjadi lokomotif utama perekonomian nasional perlu upaya dan peran dari berbagai pihak terutama intelektual, bisnis dan pemerintah yang disebut sebagai Triple Helix dalam model pengembangan industri kreatif Indonesia.

PERAN INTELEKTUAL DALAM MODEL TRIPLE HELIX PENGEMBANGAN INDUSTRI KREATIF

PERAN INTELEKTUAL DALAM MODEL TRIPLE HELIX
PENGEMBANGAN INDUSTRI KREATIF

ABSTRAK

Kontribusi industri kreatif terhadap perekonomian nasional selama tahun 2002-2008 secara rata-rata terus mengalami peningkatan baik kontribusi terhadap PDB, ketenagakerjaan, perdagangan internasional, maupun aktifitas perusahaan. Dalam model pengembangan industri kreatif terdapat tiga aktor utama yang berperan penting dalam mendorong pertumbuhan industri kreatif di Indonesia, yaitu intelektual, bisnis dan pemerintah yang disebut sebagai Triple Helix. Faktanya, perguruan tinggi sebagai institusi utama penghasil kaum intelektual ternyata belum maksimal dalam memainkan peranannya, sehingga Indonesia kekurangan sumber daya manusia kreatif yang menjadi pondasi utama industri kreatif.

Kurikulum yang hanya berorientasi pada pembentukan kecerdasan kognitif semata dan mengabaikan bentuk-bentuk kecerdasan lainnya, lemahnya budaya riset untuk menghasilkan kreatifitas dan inovasi bernilai ekonomi tinggi yang berujung pada komersialisasi hasil riset tersebut dan terbatasnya pendidikan kewirausahaan menyebabkan perguruan tinggi hanya menghasilkan lulusan-lulusan yang inkompeten dan berwatak pencari-kerja. Oleh karena itu diperlukan suatu pemahaman yang lebih komprehensif oleh masing-masing pihak agar tercipta sebuah kolaborasi yang lebih sinergis dan saling menguntungkan antara ketiga aktor utama tersebut sehingga masing-masing pihak bisa lebih meningkatkan perannya sebagai penggerak utama industri kreatif di Indonesia.

Berdasarkan hasil Studi Industri Kreatif yang dilakukan oleh Tim Indonesia Design Power dan data-data dari hasil riset oleh peneliti lainnya makalah ini membahas dan menganalisa peran intelektual dalam model pengembangan industri kreatif di Indonesia dan upaya-upaya yang harus dilakukan oleh perguruan tinggi melalui model Triple Helix pengembangan industri kreatif.

Kata Kunci: intelektual, Triple Helix, industri kreatif.

Senin, 08 November 2010

THE UNIVERSITY AND THE CREATIVE ECONOMY

A Review of A Paper by Richard Florida, Gary Gates, Brian Knudsen, and Kevin Stolarick (3)

THE UNIVERSITY AND THE CREATIVE ECONOMY

Dalam makalah ini Florida dan koleganya, menjelaskan secara lebih dalam dan lebih spesifik lagi mengenai peran penting universitas dalam ekonomi kreatif melalui lensa 3T pembangunan ekonomi, yaitu teknologi, talenta dan toleransi.

Untuk memperkuat argumennya dalam makalah ini Florida mengelaborasi beberapa hasil studi dan riset yang dilakukan oleh peneliti dan ekonom lainnya dengan indeks kreatifitas, trend transfer teknologi, pendirian perusahaan, brain drain/gain index dan toleransi.

Dalam hal teknologi, universitas memainkan peranan penting untuk transfer teknologi, riset dan pengembangan dan penemuan-penemuan ilmiah baru yang kemudian diikuti oleh pendirian perusahaan baru dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini dibuktikan dengan hasil pemeringkatan Riset dan Pengembangan Per Kapita seluruh universitas di Amerika Serikat yang dirancang oleh Florida bersama para koleganya di mana kemampuan sebuah wilayah untuk mengadopsi penemuan teknologi baru yang dihasilkan oleh universitas juga berperan penting, ini menyebabkan seringnya penemuan teknologi baru oleh sebuah universitas justru dimanfaatkan oleh wilayah lain yang berada di luar wilayah tempat universitas itu berada.

Sebagaimana argumen Ekonom pemenang hadiah Nobel, Robert Lucas bahwa pertumbuhan ekonomi bersumber dari kluster orang-orang bertalenta. Edward Glaesar, seperti dikutip Florida dalam makalah ini, menemukan hubungan erat antara pertumbuhan ekonomi dan modal manusia, dia menunjukan bahwa di mana perusahaan berlokasi bukan untuk mendekati pelanggan atau pemasok untuk meraih keunggulan -sebagaimana argumentasi kebanyakan ekonom- tetapi mereka berlokasi di mana ada konsentrasi para pekerja bertalenta untuk meraih keunggulan. Lebih jauh lagi hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Spencer Glendon yang menunjukkan bahwa universitas berkontribusi terhadap perekonomian melalui peningkatan modal manusia daripada melalui riset dan pengembangan.

Melalui Brain Drain/Gain Index Florida menjelaskan bahwa orang-orang bertalenta adalah orang-orang dengan mobilitas yang sangat tinggi, untuk itu penting bagi kita untuk memahami aliran bukan stok orang-orang bertalenta ini. Sementara universitas dan wilayah tertentu mengekspor orang-orang bertalentanya, yang lain justru mengimpornya dari wilayah dan universitas lain. Sehingga hanya universitas dan wilayah yang paling mampu menarik orang-orang bertalenta ini untuk studi dan tinggal di wilayahnyalah yang paling bisa memetik manfaat secara ekonomis dan sosial secara keseluruhan daripada universitas dan wilayah lainnya.

Yang tidak kalah pentingya yaitu T ketiga, toleransi. Maksudnya adalah keterbukaan terhadap orang-orang dan ide-ide baru di mana bukan hanya kehadiran mereka saja yang dihargai tetapi juga menganggap mereka sebagai bagian dari komunitas yang inklusif. Toleransi berkorelasi dengan jumlah mahasiswa yang ada di universitas, semakin terbuka dan toleran suatu universitas maka akan semakin banyak orang dari beragam status sosial, orientasi seksual, ras dan agama berbeda yang ada di dalamnya. Hal ini bisa dilihat dari ukuran korelasi toleransi dan universitas yang terdiri dari Indeks Toleransi, Indeks Titik-Temu, Indeks Gay dan Lesbian, Indeks Bohemian dan Indeks Integrasi yang dirancang oleh Florida dan Koleganya.

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih luas dan jelas mengenai korelasi antara universitas dan kreatifitas wilayah, Florida mengembangkan Universitas-Kreatifitas Indeks (UCI) yang mengkombinasikan ukuran konsentrasi mahasiswa dengan hasil kerja kelas kreatif di wilayah tersebut. Dari Indeks ini Florida memproyeksikan bahwa masa depan wilayah yang mempunyai konsentrasi mahasiswa dan kelas kreatif akan memperoleh keuntungan dengan bekerja sama dengan wilayah lain yang mempunyai konsentrasi pusat komersial dan industri dengan skala dan ukuran yang sudah mapan sebagai peninggalan era industri manufaktur.

Di akhir makalahnya Florida menyimpulkan bahwa untuk menjadi kontributor yang berdampak luas pada kreatifitas regional, inovasi dan pertumbuhan ekonomi, maka universitas-universitas harus mengintegrasikan diri ke dalam ekosistem kreatif yang lebih luas. Universitas dan Kota harus bekerja sama untuk meningkatkan talenta, teknologi dan toleransi agar mampu menciptakan kemakmuran yang berkelanjutan dan meningatkatkan standar hidup masyarakatnya.

Paper lengkapnya bisa di download di:
http://www.creativeclass.com/article_library/category.php?catId=53

THE ROLE OF THE UNIVERSITY: LEVERAGING TALENT, NOT TECHNOLOGY

A Review of A Paper by Richard Florida (2)

THE ROLE OF THE UNIVERSITY:
LEVERAGING TALENT, NOT TECHNOLOGY

Dalam makalah ini, sekali lagi Florida menekankan pentingnya talenta daripada teknologi, di mana seharusnya universitas lebih fokus untuk meningkatkan talenta para mahasiswanya di samping terus meningkatkan teknologi sebagai enabler.

Paradigma lama era revolusi industri di mana universitas-universitas berlomba-lomba mendekatkan diri ke pusat industri layak dipertanyakan, karena pasar tenaga kerja berbasis pengetahuan berbeda dengan pasar tenaga pada umumnya di mana mereka lebih suka berada di sekitar lingkungan yang juga di penuhi orang-orang bertalenta seperti mereka.

Menurutnya, meskipun tidak ada yang salah dengan kebijakan-kebijakan yang mendorong join riset, akan tetapi pandangan seperti ini kehilangan gambaran keseluruhan yang lebih besar, yaitu peran penting universitas sebagai sumber utama penciptaan kreasi dan talenta sebuah negara. Orang-orang bertalenta adalah sumber paling utama untuk ekonomi apapun, khususnya untuk ekonomi berbasis pengetahuan yang sekarang sedang berkembang pesat.
Hal yang jauh lebih signifikan dan krusial untuk dilakukan adalah meningkatkan daya serap lingkungan sekitar terhadap inovasi dan kreatifitas yang dihasilkan oleh universitas. Oleh karena itu mereka-para pembuat kebijakan-harus memperkuat kemampuan universitas untuk menarik sebanyak mungkin orang-orang bertalenta dari seluruh dunia. Dengan menarik orang-orang bertalenta secara acak dan mempublikasikan hasil kreasi dan inovasi mereka secara luas universitas akan memberikan dampak yang jauh lebih besar terhadap perekonomian lokal maupun nasional.

Universitas, bagaimanapun seperti halnya institusi lainnya membutuhkan pendanaan untuk meraih tujuan-tujuannya. Ada kecenderungan dasar antara mencapai misi universitas dan kebutuhan untuk meraih pendanaan di mana pendanaan dari perusahaan cenderung menimbulkan campur tangan berlebihan dan pembatasan terhadap publikasi ilmiah yang eksesif dengan dalih kewirausahaan akademis. Akan tetapi hal ini bukanlah fenomena baru, berdasarkan hasil riset yang di lakukan oleh Carnegie Melon University bahwa kecenderungan ini sudah dimulai sejak perang dunia ke dunia yang mengakibatkan riset-riset yang dihasilkan hanya demi melayani kepentingan perusahaan pendonor semata dan tidak berdampak secara luas terhadap perekonomian seperti diindikasikan oleh beberapa kasus yang melibatkan universitas-universitas besar dan perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang kimia dan permesinan.

Seperti dalam makalah sebelumnya, Florida berkesimpulan bahwa apabila negara atau pemerintah daerah serius ingin menjaga pertumbuhan ekonomi di era pengetahuan ini, maka mereka harus melakukan upaya serius lebih dari sekadar mempermudah komersialisasi hasil riset universitas tetapi juga harus berupaya membangun infrastruktur yang lebih kondusif untuk menarik talenta-talenta terbaik dari seluruh dunia.

Paper lengkapnya bisa di download di:
http://www.creativeclass.com/article_library/category.php?catId=53

ENGINE OR INFRASTRUCTURE? THE UNIVERSITY ROLE IN ECONOMIC DEVELOPMENT

A Review of A Paper by Richard Florida (1)

ENGINE OR INFRASTRUCTURE?
THE UNIVERSITY ROLE IN ECONOMIC DEVELOPMENT

Dalam makalah ini, Richard Florida mengkritik paradigma lama yang hanya menganggap universitas sekadar sebagai mesin pertumbuhan ekonomi. Padahal menurut penelitiannya dan beberapa koleganya, era ekonomi berbasis pengetahuan saat ini di mana pengetahuan menggantikan sumber daya alam dan industri padat modal sebagai sumber utama penciptaan kemakmuran dan pertumbuhan ekonomi telah membuat peran universitas lebih penting dari sebelumnya, yaitu sebagai kolektor talenta yang mampu menarik orang-orang bertalenta paling kreatif dan inovatif dari seluruh dunia sehingga mampu menarik perusahaan-perusahan lama atau baru untuk beroperasi di sekitar universitas tersebut.

Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dan ekonom sebelumnya yang juga dikutip dalam makalah ini, Florida berkesimpulan bahwa kebanyakan para pebisnis, ekonom, peneliti, akademisi dan politisi berpandangan terlalu mekanistik dan simplistik tentang peran universitas dalam pembangunan ekonomi. Hal ini bisa dilihat dari hasil studi dan penelitian yang menunjukan bahwa hubungan yang terlalu erat antara universitas dan industri telah menimbulkan banyak permasalahan; misalnya, proporsi pendanaan oleh perusahaan yang lebih besar daripada pendanaan dari universitas itu sendiri atau bahkan lebih besar dari pendanaan yang diberikan oleh pemerintah untuk kegiatan riset dan pengembangan di universitas menyebabkan universitas semakin berorientasi kepada penelitian aplikatif yang cenderung lebih komersil dan bersifat jangka pendek daripada penelitian dasar yang memang cenderung kurang komersil tetapi bersifat lebih jangka panjang.

Di samping itu hal tersebut juga menyebabkan campur tangan yang berlebihan dari perusahaan, misalnya penundaan atau bahkan pelarangan publikasi hasil riset oleh universitas yang berdampak pada pengembangan ilmu pengetahuan dan juga masayarakat luas dengan alasan merugikan perusahaan apabila dipublikasikan secara luas sehingga bisa dikembangkan juga oleh perusahaan kompetitor.

Di akhir makalahnya, Florida menyimpulkan bahwa apabila pemerintah baik pusat maupun daerah ingin secara serius membangun kapasitas untuk bisa sukses atau sekadar bisa bertahan hidup dalam perekonomian berbasis pengetahuan dan di era kreatif ini, mereka harus keluar dari pandangan sempit tentang peran universitas hanya sebagai mesin pertumbuhan ekonomi tetapi lebih dari itu sebagai institusi sosial dan ekonomis kompleks yang berperan penting terhadap perekonomian lokal dan nasional. Selain itu mereka juga harus membuat infrastruktur ini-universitas-baik di dalam maupun di sekitarnya menjadi lebih atraktif dan kondusif untuk menarik orang-orang bertalenta.

Paper lengkapnya bisa di download di:
http://www.creativeclass.com/article_library/category.php?catId=53